-->
Pasang Iklan

Review dan Sinopsis Bersahabat dengan Ajal Elisa Herman

Spot Iklan 768x90 120x120 300x250 Tersedia, Hubungi Via Facebook

Jika hidup itu ibarat kopi, mungkin pahit rasanya. Tapi bukan berarti kita tidak bisa berfikir untuk membuat kopi itu menjadi manis untuk dinikmati. Carilah sesuatu yang bisa menjadikan hidup itu menjadi manis, bukankah soal rasa hanya masing-masing dari kita yang menciptakannya?

Selamat menikmati Hidup :-)



Keterangan



Judul Buku : Bersahabat dengan Ajal

Penulis : Elisa Herman

Penerbit : Penebar Plus

Genre : Inspirasional, Spiritualitas

Terbit : April 2013

ISBN : 978-602-8661-85-0

Dimensi : 200 mm x 140 mm

Jumlah Halaman : 212

Negara : Indonesia

Bahasa : Indonesia


Review 



Buku yang berjudul Bersahabat dengan Ajal merupakan karya pertama Elisa Herman, seorang Bidan dengan pengalaman 20 tahun lebih merawat pasien terutama pasien hospice atau yang berada dalam kondisi kritis.

Inilah sebuah memoar pribadi, kisah nyata yang inspiratif, penuh makna, dan sangat menyentuh hati sehingga jangan sampai terlewatkan sedikitpun.

Buku yang sangat bagus dan harus dibaca oleh khalayak umum, khususnya para praktisi kesehatan. Belajar ketulusan, keikhlasan, dan kekuatan doa. Semoga doa kita didengar oleh-Nya dan mendapatkan keputusan terbaik dari segala ketentuan-Nya.

Buku ini banyak bercerita tentang pengalaman pribadi selama menjalankan tugas panggilan kemanusiaan dalam profesinya sebagai seorang perawat. Cerita nyata yang dituliskan dengan bahasa yang jelas, mudah dicerna, dialog-dialog yang dirangkai begitu manis dan sangat religius. Semoga buku ini dapat menginspirasi pembaca dalam bidang keperawatan, kedokteran, dan kesehatan.



Sinopsis



Karena tidak berhasil membujuk Agnes untuk berobat di Indonesia, kami mulai memotivasinya untuk berobat di negara yang lebih dekat, Singapura, Penang, Malaka atau Malaysia. Namun, Agnes yang pendiam, tiba-tiba berubah. Dengan gagah berani ia menantang, “ Kalau tidak ada yang mau mengantarkan, saya akan berangkat sendiri!”  Kami seperti digigit kalajengking!
Bayangkan! Ia belum pernah ke China, tidak makan babi, tidak bisa bahasa Mandarin, baik tulisan maupun lisan, juga tidak bisa berbahasa Inggris. Satu-satunya bahasa yang ia kuasai adalah bahasa Indonesia. Bukan itu saja, ia juga harus menggendong kankernya di kota perdagangan yang sangat sibuk dan padat penduduknya, Guang zhou. Kanker sebesar kelapa.
Pasang Iklan
b Comments